Table of Contents
Rumah Adat Banten
Sulah Nyanda adalah sebutan untuk rumah adat di Banten. Model bangunan rumah adat Baduy adalah rumah panggung. Bangunannya terbuat dari bambu dan rumah adat merupakan simbol dari masyarakat Baduy. Rumah adat ini memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat Baduy yaitu sebagai tempat persinggahan dan tempat tinggal. Luas rumah adat berkisar antara 100 hingga 120 meter persegi.
Mirip dengan rumah adat Bolon dari Batak, pembangunan rumah adat ini dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sekitar. Pasalnya, rasa kekeluargaan masih mengakar di dalam suku. Rumah adat Sulah Nyanda hanya dapat dibangun dua arah, yaitu selatan dan utara, serta harus berhadapan. Sebab, menurut mereka, arah ke barat dan timur itu pertanda buruk.
Corak bangunan rumah adat Baduy siap pakai dan diletakkan. Ruas antar bangunan hanya menggunakan bahan sederhana yaitu tanpa paku. Gunakan teknik paseuk saja seperti pondasi tiang, lincar, pananggeuy, panglari. Teknik ini bisa memperkuat bangunan. Sedangkan dinding, lantai dan atap digunakan dalam teknik rakit, yaitu dijepit atau diikat dengan tali. Oleh karena itu, bangunan diklasifikasikan sebagai bangunan yang elastis dan lentur.
Bangunan Rumah Adat Banten
Kontur tanah di wilayah permukiman kota Baduy sebagian besar tidak rata, sehingga rumah dibangun berbentuk panggung. Suku Baduy menumpuk batu dari sungai agar bangunan dapat berdiri kokoh dan fungsinya untuk menopang bangunan di atas tanah yang tidak rata.
Jadi saat menyusut, tanah bangunan tidak bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa orang Baduy membangun rumah sesuai dengan kontur tanah tempat bangunan tersebut akan dibangun.
Pilar rumah terbuat dari kayu atau balok besar. Biasanya kayu jati, acasi, dan mahoni digunakan karena kayunya kuat untuk menopang bangunan dan kayunya tidak mudah busuk. Tidak hanya penyangga yang terbuat dari kayu, namun lantainya juga terbuat dari kayu atau papan bambu yang tersusun kokoh dan rapi yang disebut dengan palupuh.
Serat palem dan bilah bambu digunakan di atap. Ini juga terdiri dari daun yang disebut Sulah Nyanda. Nyanda artinya duduk bersandar dalam keadaan yang tidak lurus, tetapi menjalar ke belakang. Pada titik ini dipasang Nyanda dalam bentuk panjang dengan sedikit kemiringan pada rangka atap di bawahnya.
Pintu dan ruangan rumah terbuat dari anyaman bambu yang ditenun secara vertikal dan ditenun rapi. Teknik ini dikenal sebagai sarigsig. Namun teknik ini hanya menggunakan metode estimasi tanpa perlu dilakukan pengukuran kuantitatif. Untuk memastikan keamanan rumah, biasanya disusun 2 batang kayu, digunakan sebagai batang. Tiang dapat didorong dan ditarik dari luar gedung.
Hanya ada satu pintu di dalam rumah yang dilengkapi panto. Panto adalah anyaman dari bilah bambu yang berukuran sekitar seribu jari dan dianyam secara vertikal hingga berbentuk seperti pintu.
Sebagian besar rumah tentunya memiliki jendela, namun hal ini berbeda dengan rumah adat yang merupakan rumah tanpa jendela. Menurut masyarakat Baduy, jendela hanya digunakan untuk melihat ke luar rumah, bukan sebagai ventilasi, sebagaimana pandangan masyarakat modern.
Rencana denah
Suku Baduy sangat bijak dalam menyiasati alam, salah satunya adalah pembangunan rumah adat Banten. Mereka kebanyakan menggunakan material yang disediakan alam semesta sesuai dengan kebutuhannya tanpa merusak alam.
Ada 3 bagian rumah adat Banten, yaitu:
- Bagian depan (sosoro), tempat pemilik rumah menjamu tamu yang berkunjung, tempat bersantai dan tempat menenun. Letaknya pada bagian rumah dengan bentuk yang meluas hingga bagian rumah yang luas.
- Bagian tengah (tepas), tempat makan, tempat tidur atau tempat istirahat anak. Bentuknya direntangkan ke belakang atau di bagian rumah yang panjang. Suku Tepas dan Sosoro tidak memiliki pembatas, sehingga membentuk huruf L.
- Punggung (imah) adalah intinya. Suatu ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk kegiatan khusus dan penting. Ruangan yang digunakan sebagai tempat tidur untuk pasangan suami istri yaitu untuk tuan rumah, atau bisa juga digunakan sebagai dapur.
Ciri khas rumah tradisional Banten
- Bangunan rumah adat tidak menyentuh permukaan tanah.
- Didukung oleh batu yang digunakan sebagai penyangga pada setiap kolom.
- Tikar bambu digunakan sebagai dinding.
- Biasanya memiliki 2 bagian atap yaitu atap kanan dan atap kiri. Atap kanan lebih pendek sedangkan atap kiri lebih panjang.
- Daun atau ijuk kelapa digunakan di atap.
- Tidak ada jendela.
- Bambu digunakan di lantai.
Baca Juga: